Kamis, 27 Agustus 2015

Tentang Geodesi

Peta kota Yogyakarta
Saya yakin tidak banyak orang tahu tentang ilmu yang satu ini. Saya pernah mengalaminya sendiri. Waktu itu saya sedang makan di warung dekat komplek kos-kosan. lalu tak lama kemudian datanglah bapak-bapak separuh baya menyapa.
“kuliah dimana mas?”
“di PTN X pak”
“oh Ambil jurusan apa mas?”
“saya Teknik Geodesi pak”
“Geodesi?” Sambil mengernyitkan dahi.
“Geologi ta mas?”
“Bukan pak, Geodesi”
“Apanya geografi mas?”
“Saudaranya pak.. sama-sama ilmu bumi, tapi lebih ke bidang pengukuran dan produknya sebuah peta pak” sambil tersenyum dan memasang muka meyakinkan.

Dari pengalaman saya diatas timbul pertanyaan di benak saya, apakah se asing itu Geodesi di telinga masyarakat? Memang dulu saya juga berfikiran sempit tentang geodesi, saya saja memilih jurusan ini karna katanya sih banyak jalan-jalannya. Sudah. Selesai. Sesederhana itu menentukan pilihan krusial yang akan mengantarkan saya ke masa depan. Saya yakin yang membaca tulisan ini pun juga sebagian besar tidak mengerti apa itu Geodesi. Memang di Indonesia baru 4 perguruan tinggi negeri yang membuka jurusan geodesi. jadi mungkin lulusannya masih sedikit dan belum banyak yang tersebar di masyarakat. Berbeda dengan teknik sipil, teknik elektro, ataupun teknik industri yang lulusannya sudah banyak tersebar di masyarakat. Banyak pertanyaan yang muncul ketika saya sedang berbincang dengan teman-teman ataupun dengan saudara tentang studi yang saya ambil ini. Sebenarnya apasih yang dipelajari, lulusannya bisa apa, banyak ceweknya ya kok ada desi-desinya, hingga pertanyaan aneh lainnya. Nah disini saya sebagai mahasiswa Teknik Geodesi ingin menjabarkan itu semua menurut pengalaman yang saya dapat di mata kuliah pengantar geodesi dan geomatika.
Apa sih Geodesi?
Geodesi adalah segala hal terkait dengan Bidang Ilmu dan Rekayasa untuk memetakan, mengelola dan menyajikan kenampakan permukaan bumi. Masih bingung? Jadi gampangnya cabang ilmu bumi = Geo yang berfokus pada masalah pembuatan segala jenis peta. Dalam memproduksi peta, banyak sekali metode yang digunakan. Dari yang sederhana hingga yang rumit, dari yang hanya lingkup puluhan meter hingga yang beribu-ribu kilometer, dan dari yang cara konvensional hingga cara yang super canggih nan modern. Kita sebagai mahasiswa geodesi perlu memiliki jiwa bertualang. Bagaimana tidak, tempat kerja kita berada di mana-mana. Bisa di tengah kota, ditengah sungai, hutan, puncak gunung, lembah, didalam goa, hingga di dasar laut. Kurang keren apa coba.

Lalu apa fungsi seorang geodet (sebutan untuk ahli geodesi) di dalam kehidupan dan di masyarakat?
Jawabannya, banyak sekali !
apa kalian mengenal google maps? Google earth? GPS? Itu adalah salah satu produk di bidang geodesi yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Berarti jadi anak Geodesi kalo kemana-kemana tidak boleh nyasar lho. Selanjutnya adalah penentuan batas wilayah, jadi seorang geodet bertugas untuk menentukan titik-titik dimana harusnya patok tanah itu diletakkan. Hal ini dapat membantu meredakan sengketa kepemilikan lahan dan masalah zona batas laut yang sangat sering kita dengar. Lalu, seorang geodet juga dapat memantau pergeseran titik-titik di bumi dengan menggunakan satelite. Misalnya saja, suatu jembatan. Di ujung-ujung jembatan setiap tahunnya ada pergerakan titik-titik yang signifikan. Hal ini dapat menyebabkan runtuhnya jembatan atau yang bisa disebut dengan deformasi. Jadi dengan data yang telah di olah, seorang geodet dapat memperediksi bahwa jembatan tersebut akan runtuh pada tahun sekian. Mungkin seperti itulah ilustrasinya. Dan yang terbaru, seorang geodet juga dapat merekam suatu bentuk atau bangunan hingga ketelitian 1 mm dengan menggunakan
Terrestrial Laser Scanner (TLS). Alat ini dapat merekam bentuk, tekstur, relief-relief rumit dalam bentuk cetakan 3 dimensi digital. Jadi, misalnya candi borubudur sewaktu-waktu terkena gempa. Dengan data digital tersebut kita dapat membangun ulang candi borubudur seperti semula. Sehingga seorang geodet juga dapat berkontribusi dalam pelestarian bangunan-bangunan bersejarah. Dan banyak lagi hal yang seorang geodet dapat lakukan.

Fungsi yang dilakukan oleh ahli geodesi sangat berdampak pada aspek politik. Bagaimana bisa? Contohnya penetapan hukum laut tadi, hal ini akan berdampak langsung tentang kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Bisa juga berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi. Misalnya penentuan lokasi hotel, daerah pertokoan, industri dan lain-lain dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang telah dijabarkan di peta. 

Untuk masalah karir dan pekerjaan, sarjana Teknik Geodesi masih sangat dibutuhkan di indonesia. Mengingat begitu luasnya wilayah negara kita tercinta ini yang butuh untuk di eksplor dan lulusannya juga yang masih sedikit. Menurut data yang saya kumpulkan sarjana geodesi dapat berkarir di bidang Oil and Gas, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG)  atau dahulu Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), berbagai kementerian seperti PU, kelautan, pertanian, dan kehutanan, LAPAN, BAPPEDA/BAPPENAS, perusahaan teknologi informasi seperti Google dan masih banyak lagi. Silahkan anda searching sendiri.

 Mungkin Itu saja sebagian yang saya dapat tulis tentang dunia per-geodesi-an. Semua yang saya tulis ini terinspirasi dari kuliah perdana pak Made Andi seminggu yang lalu. Beliau dosen yang hebat. Jika tidak berkat beliau, pengetahuan saya tentang Geodesi hanyalah sesempit ilmu tentang survey menyurvey. Ada kutipan menarik yang saya dapat kemarin dari pak Made Andi yaitu seperti ini,
“Sebenarnya cara terbaik memetakan dunia adalah dengan menjelajahinya. Karena peta terbaik adalah peta dengan skala 1:1” – I Made Andi Arsana.

Rabu, 26 Agustus 2015

Menjadi Perantau

Sudah 3 minggu saya pergi dari rumah. Saya pergi dengan niat untuk menuntut ilmu. Saya pergi dengan membawa sejuta mimpi kesuksesan masa depan. saya juga pergi dengan mengemban amanah kedua orang tua. Semua beban tanggung jawab ini saya bawa di kota ini. Kota yang banyak orang bilang kota yang berhati nyaman, ramah, kotanya para pelajar, kota miniatur indonesia. Ya, Jogja! sekarang saya menetap disini. Menapaki keseharian saya berstatus sebagai mahasiswa baru. Pasti bukan hal yang mudah bagi orang yang terbiasa dengan suasana kampung halaman. saya sebagai pendatang perlu sekali untuk adaptasi di lingkungan yang baru ini. nah pada postingan kali ini saya akan bercerita tentang kehidupan saya selama 3 minggu ini menjadi perantau.

Sewaktu mencari kamar kos awalnya saya memang berniat untuk mencari kamar kos yang dekat dengan daerah kampus, agar bisa berhemat biaya transport. Alhamdulillah saya mendapat kamar kos yang tidak jauh dengan kampus, ya sekitar 300 meteran lah dari kampus. yaitu di daerah pogung, yang mengaku orang jogja pasti tau. Lokasinya di sebelah utara kampus kerakyatan. Disini saya merasa cukup nyaman, lingkungannya kondusif, penghuni kos yang ramah, tetangga yang welcome dan harga kosnya pun relatif terjangkau.

Sebagai perantau, wajib hukumnya saya untuk memanajemen keuangan. Untuk uang makan, di jogja harga makanan cukup murah. Untuk sepiring nasi, dengan lauk tempe atau tahu dengan mie dan sayur pun dapat dijangkau dengan harga 4 ribu rupiah. Menurut pengalaman pribadi dan pengalaman teman-teman seperjuangan itu udah cukup murah kok untuk anak kos. namun terkadang, yang biasanya makan 3 kali sehari, sekarang hanya makan 2 kali sehari. 1 kalinya lagi bisa dapat makanan gratis di kampus jika beruntung Hehe. Yang kedua cucian, jika tidak terlalu sibuk cuci baju sendiri, setrikanya aja di laundry. Lumayan bisa hemat 7 ribuan perminggu. Perlengkapan mandi juga perlu di atur penggunaannya, yang biasanya setiap mandi dirumah main busa sabun, sekarang perlu berubah,  mulai berfikir menghemat sabun, pasta gigi, dan sebagainya.

Selain tentang manajemen kebutuhan diatas. Sebagai perantau, terkadang bahasa juga menjadi kendala. Saya orang Situbondo, bahasa daerah saya bahasa madura. Saya berada di jogja yang mayoritas adalah orang jawa. Otomatis saya menjadi kelompok minoritas. Sewaktu saya bertemu dengan teman-teman satu angkatan, saya adalah satu-satunya orang yang bisa berbahasa madura. Entah kenapa mungkin kampus saya kurang populer bagi orang madura. Kebanyakan adalah orang jawa lalu sisanya minang dan sunda. Memang sih masih ada bahasa indonesia, namun saya rasa untuk bersosialisasi, terutama untuk bercanda, dan mengakrabkan diri, penggunaan bahasa indonesia terlalu kaku jika di ucapkan kepada teman sepantaran.

Namun itu semua bukanlah keluh kesal saya sebagai anak rantau. Bagi saya semua itu justru suatu hal yang unik di hidup saya. Saya suka berpetualang, saya suka hal yang baru. dan pengalaman saya menjadi seorang perantau ini telah memberikan kesempatan bagi saya untuk belajar memahami satu sama lain, bertoleransi, dan belajar bahwa hidup ini tidak selalu berada di zona nyaman, ada kalanya kita harus keluar dan menatap kehidupan yang sesungguhnya.